Selasa, 22 Agustus 2017

DANA DESA, KATALISATOR BARU PERGERAKAN PEREKONOMIAN


*Sampel Kajian Dana Desa di Kabupaten Humbang Hasundutan
Merosotnya harga jual berbagai komoditi pertanian mengakibatkan daya beli masyarakat menurun drastis, ongkos produksi tak sebanding harga jual saat panen, ketidakpastian harga pasar membuat pekerjaan bertani seperti berjudi, tidak bisa diprediksi, parameter sebagai ukuran meramal harga pasar seperti faktor bulan muda, hari raya, cuaca dan lainnya dimentahkan fakta di lapangan, Hukum utama ekonomi tentang permintaan dan penawaran yang situasional, fluktuatif setiap pekan menambah ketidakpastian akan harga jual. Adapun komoditi yang dimaksud adalah cabe, tomat, kentang, wortel, jeruk dan hasil pertanian lainnya kecuali Kopi yang kadang melawan hukum ekonomi dimana harganya akan naik saat produksi berlimpah serta kemenyan yang cenderung stabil.
                DI Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, Grafik penjualan para pedagang di Pasar tradisional, pemilik toko di perkotaan, toko kelontong kanvas dan konvensional, toko logam mulia, perabot,  menurun di awal sampai pertengahan 2017, pedagang pakaian  khusus seragam sekolah mengalami sedikit kenaikan di Juni. Secara umum Humbang Hasundutan yang penduduknya 90 % bertani mengalami stagnasi ekonomi,  Gairah perekonomian yang lesu berlangsung dari awal tahun sampai semester pertama.
                Sampai dengan Juni 2017, harga cabe lebih sering bertahan di bawah 10.000 per kg, juli di kisaran 12.000 per kg dan mengalami kenaikan yang lumayan di Agustus dimana harga per 7 Agustus 2017 sudah di atas 20.000 per kg, tetapi kemarau telah menyebabkan kegagalan panen dan ketidakmaksimalan dalam perawatan, harga – harga naik di saat produksi sudah jauh berkurang, artinya di saat produksi berlimpah, harga merosot, di saat harga merangkak naik, produksi sudah berkurang drastis, dengan demikian daya beli dan pertumbuhan ekonomi akan kembali stagnan atau menurun dengan keadaan seperti ini.
                Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Daerah (APBN dan APBD), sejatinya dipergunakan sebagai motor dalam pergerakan ekonomi terutama di daerah dengan PAD terbatas, tetapi Kebijakan anggaran dan besarnya Belanja Rutin menyebabkan pasokan dana yang besar ini tidak menyentuh ke semua aspek penduduk.
                Dana Desa (bukan ADD), sebagai produk baru di masa Pemerintahan Joko Widodo  merupakan suatu loncatan besar bagi pembangunan daerah yang didominasi wilayah perdesaan termasuk Humbang Hasundutan yang memiliki 153 Desa dan hanya 1 Kelurahan, Dana Desa disamping sebagai Perangkat terbaru di dalam pembangunan Desa, memiliki potensi multi effect di saat penggunaannya di design sesuai profil desa penggunanya. Perencanaan, penganggaran, pemakaian/pembelanjaan, pengawasan dan penatausahaan yang melibatkan unsur masyarakat tidak saja menghasilkan output dan outcome, tetapi ada benefit dan pertambahan-pertambahan nilai dan manfaat dari semua kegiatan yang dilewati oleh Dana Desa dimaksud .
Contoh.
Desa Pariksinomba Kecamatan Doloksanggul, profil desa kurang menguntungkan bagi pertanian di beberapa tempat karena gambut, perkapita dan kesejahteraan penduduk lebih rendah dibanding desa lainnya di Doloksanggul, daya beli rendah, ukuran kesejahteraan juga dapat dinilai dari produk pertanian dari desa ini. Mendapatkan dana desa sebesar 1 Miliar dengan komposisi Fisik 70 % dan Pemberdayaan 30%, bagaimana cara agar dana 1 Miliar ini mampu mendorong daya beli, meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi tanpa mengganggu substansi pokoknya untuk pembangunan adalah  dengan merencanakan “perjalanan” dana ini dan melibatkan warga dalam penggunaannya. Dana Desa dapat dipergunakan sebagai penghasilan tambahan/ sampingan bagi warga dengan merencanakan Dana Desa dimaksud berdasarkan keadaan/profil dari Desa dimaksud. Kegiatan Pembukaan Jalan, mulai dari pengukuran, pembebasan lahan, penyediaan materil/bahan sampai pengerjaannya dilakukan langsung oleh warga adalah contoh sederhananya. Menyesuaikan spesifikasi dan kebutuhan bahan dengan ketersediaan yang ada di Desa adalah salah satu contoh menghindarkan Dana Desa “pergi” ke tempat lain, melalui rapat Desa, potensi yang ada akan dikembangkan sambil mempekerjakan warga dengan syarat tetap di koridor penggunaan uang  Negara adalah hal yang sangat bijaksana . Dengan Dana Desa, bukan saja pembangunan yang terlaksana, tetapi ada proses pembelajaran dan pendidikan yang baik bagi warga tentang penggunaan uang Negara.
Dalam hal penggunaan dana untuk pemberdayaan, diperlukan keberanian untuk keluar dari kebiasaan yang salah selama ini yaitu penyelenggaraan kegiatan/sosialisasi/bimtek hanya untuk menghabiskan anggaran dan keperluan SPJ saja, memang dana akan mengalir ke pemilik Katering dan peserta yang mendapat uang saku, tetapi yang terutama adalah sasaran dan tindak lanjut, suatu kegiatan pelatihan tanpa ada tindak lanjut akan tidak bermakna apa-apa selain seremonial belaka, Pelatihan tentang pembuatan tikar, tas dan aksesoris  dari “bayon” hendaknya dilanjutkan dengan produksi , akan lebih baik mengerjakan satu kegiatan yang bertindak lanjut daripada menyelenggarakan berbagai pelatihan tanpa ada satu pun yang ditindaklanjuti. Contoh berikut adalah perubahan mindset kelompok tani dari mental “mengharapkan bantuan” menjadi suatu komunitas yang saling membangun, memproduksi dan memperkuat anggota, bila perlu ada kebersamaan dalam menanam suatu komoditi, baik jenis yang ditanam serta waktu yang tepat untuk memulai, Dana Desa memungkinkan hal ini lebih mudah terlaksana. Contoh lainnya adalah dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan memperhatikan usaha dari warga, BUMDes jangan mematikan usaha yang sudah ada seperti penyewaan alat pesta/musik akan mematikan usaha lokal.
Dana Desa yang dilakukan hanya sesuai prosedur text book tanpa inovasi dan kreatifitas akan menghasilkan output berupa SPJ
Dana Desa yang disesuaikan dengan kebutuhan desa dan dikerjakan dengan baik akan menghasilkan output dan outcome yang memiliki nilai lebih
Dana Desa yang dari perencanaan sampai pelaksanaannya selalu mengacu pada profil Desa akan menghasilkan output, outcome dan Benefit yang tidak saja menambah nilai, tetapi menciptakan multiflier effect bagi pengguna Dana Desa tersebut.

Jika Desa-desa mempergunakan Dana Desa dengan Efektif, Terarah, maksimal  dan meningkatkan kesejahteraan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang pada akhirnya akan menaikkan pertumbuhan ekonomi secara nasional, kasus OTT di Pamekasan sedikit mencoreng penggunaan Dana Desa ini, tetapi program ini sebenarnya sangat luar biasa jika dilakukan secara arif dan bijak.

Senin, 21 Agustus 2017

Mengenal SAINTE LAGUE Sistem perhitungan dan penetapan jumlah kursi Partai Politik Peserta Pemilu 2019

Mengenal SAINTE LAGUE
Sistem perhitungan dan  penetapan jumlah kursi Partai Politik Peserta Pemilu 2019.
Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang  Pemilu  baru saja disahkan oleh Pemerintah melalui  Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Undang undang tersebut berlaku efektif sejak  diundangkan pada bulan Agustus 2017 , sebagai Regulasi yang menggabungkan Tiga UU sebelumnya yaitu UU tentang Penyelenggara Pemilu, UU tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta UU tentang Pemilihan Presiden , Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 ini mengakomodir keseluruhan Penyelenggaraan Pemilu di Tahun 2019, ada beberapa hal yang berubah seperti Jumlah anggota DPR RI menjadi 575 kursi, Jumlah Kursi di DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota juga bertambah berdasarkan populasinya, juga perubahan jumlah anggota KPU di Provinsi dan  Kabupaten/Kota, status Bawaslu di Kabupaten/Kota menjadi permanen dan perubahan-perubahan lainnya.

 Pada pasal 420 disebutkan tentang aturan penetapan perolehan kursi tiap partai politik, adapun sistem ini adalah mempergunakan  metode “Sainte Lague”,  Model Sainta Lague ini tidak eksplisit disebutkan dalam UU No 7 Tahun 2017,  metode ini  ditemukan oleh seorang ahli Matematika dari Pancis bernama Andre Sainte- Lague tahun 1910. Selama ini  Indonesia memakai sistem Kuota mulai dari UU 27 Tahun 1948 sampai dengan UU 8 Tahun 2012, yang berbeda adalah Frasa/sebutannya saja.

Pada Pemilu sebelumnya, kita mengenal sistem Kuota dimana penentuan kursi dilakukan dengan mencari terlebih dahulu Bilangan Pemilih Pembagi (BPP) dari  Jumlah suara sah dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia, kemudia tiap partai politik yang mendapatkan angka BPP otomatis mendapatkan kursinya, dan sisa kursi yang tersedia akan ditentukan dengan ranking/ perolehan suara terbanyak tiap Partai Politik.
Pada Pemilu 2019, kita akan diperkenalkan dengan sistem yang baru sebagaimana diatur pada pasal 420 UU  7 Tahun 2017.


                                                                                                                                                 

Suara sah tiap partai politik dibagi dengan bilangan pembagi ganjil 1,3,5,7,dst, kemudian setiap pembagian akan ditentukan peringkat berdasarkan nilai terbanyak, jumlah kursi akan ditentukan berdasarkan peringkat, jika pada suatu daerah pemilihan terdapat alokasi 5 kursi, maka peringkat 1 sampai dengan 5 akan mendapatkan kursi pada daerah pemilihan tersebut.

Sebagai contoh, model perhitungan dengan cara ini akan disimulasikan pada Hasil Pemilihan Umum DPRD kabupaten Tahun 2014 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.

Perhitungan  hasil Pemilu legislatif 2014 dengan cara "Sainte Lague"
Daerah Pemilihan I Kabupaten Humbang Hasundutan
Parpol
Perolehan Suara
Perolehan Suara dibagi dengan :
1

3

5

7

Nasdem
         5,446
          5,446.0
     4
       1,815.3
   14
       1,089.2

          778.0

PKB
         3,174
          3,174.0
     7
       1,058.0

          634.8

          453.4

PKS
            936
             936.0

          312.0

          187.2

          133.7

PDIP
         3,554
          3,554.0
     6
       1,184.7

          710.8

          507.7

Golkar
       12,492
        12,492.0
     1
       4,164.0
     5
       2,498.4
   10
       1,784.6
15
Gerindra
         7,585
          7,585.0
     2
       2,528.3
     9
       1,517.0

       1,083.6

Demokrat
         2,701
          2,701.0
     8
          900.3

          540.2

          385.9

PAN
         1,979
          1,979.0
   12
          659.7

          395.8

          282.7

PPP
              25
               25.0

              8.3

              5.0

              3.6

Hanura
         7,122
          7,122.0
     3
       2,374.0
   11
       1,424.4

       1,017.4

PBB
            169
             169.0

            56.3

            33.8

            24.1

PKPI
         1,846
          1,846.0
    13
          615.3

          369.2

          263.7

Jumlah DPRD dari Dapil 1 adalah sebanyak 12 kursi, jika jumlah kursi hanya 10, Golkar
tetap berhak atas 3 kursi dan jika jumlah kursi ditambah menjadi 15, Golkar menjadi 4 kursi.
·          Angka yang dicetak tebal menunjukkan peringkat/nilai terbanyak setiap partai politik.
Dari hasil simulasi untuk Pemilu 2014 di Humbang Hasundutan dimana terdapat alokasi kursi sebanyak 12, maka perolehan kursi berturut-turut berdasarkan peringkat nilai terbanyak adalah 1.GOLKAR 2. GERINDRA 3. HANURA 4. NASDEM 5.GOLKAR  6.PDIP  7.PKB  8.DEMOKRAT 9.GERINDRA  10.GOLKAR  11.HANURA  12. PAN

Berbicara dari sisi efektifitas dan juga estetika saat rekapitulasi, dibandingkan dengan sistem Kuota/BPP, model sainta lague lebih representatif jika digunakan pada saat pleno terbuka rekapitulasi perolehan suara, hasil perolehan suara tiap partai akan terbagi otomatis dan didapatkan peringkat / urutan tertinggi sampai terendah tanpa melakukan perhitungan untuk mencari BPP. Jika hasil ditampilkan pada slide, maka hasil akan langsung terlihat secara otomatis oleh para peserta dengan mempergunakan aplikasi yang tersedia pada MS Office.


Doloksanggul, 22 Agustus 2017
Referensi: setneg.go.id      perludem.org        rumah pemilu.org