Senin, 22 Januari 2018

Proporsi Legislatif di Daerah Pemilihan



Pembagian alat pertanian yang tidak merata telah menimbulkan kekecewaan bagi beberapa kelompok tani di sebuah Kecamatan, jumlah yang terbatas membuat Dinas Pertanian setempat tidak dapat memberikan alat pertanian tersebut kepada seluruh Kelompok yang ada, lobby para anggota DPRD  yang membagikan Alat tersebut di saat Reses mengakibatkan daerah yang dikunjungi DPRD saja yang mendapatkan alat pertanian tersebut. Ada satu Daerah Pemilihan yang terdiri dari 5 Kecamatan  dengan jumlah kursi sebanyak 12,  1 Kecamatan diantaranya  tidak memiliki anggota DPRD, dari 12 caleg terpilih, semua berasal dari 4 Kecamatan lainnya dan saat Reses , mereka mengunjungi konstituen mereka berdasarkan domisili mereka, dan bisa juga berdasarkan raihan suara signifikan. Kecamatan yang tidak punya Angggota legislatif terpilih tersebut seperti tidak memiliki wakil di DPRD, sistem proporsional yang memungkinkan jumlah kursi pada satu Daerah Pemilihan di 5 kecamatan bisa sampai 12 kursi membuat caleg terpilih juga kesulitan mengakomodir seluruh konstituennya.  Jika saja daerah pemilihan tersebut dipecah menjadi 3, maka aspirasi warga makin terakomodir karena caleg terpilih hanya mewakili 2 kecamatan saja dapat membagi waktu Reses nya secara optimal selama periode jabatannya.

Contoh kedua pada reses anggota DPR RI di suatu provinsi yang daerah pemilihannya terdiri dari 19 Kabupaten/Kota dengan alokasi 10 kursi, artinya hanya ada 10 orang anggota DPR RI yang akan mengadakan reses, bakal ada beberapa Daerah yang tidak dikunjungi.

Di dalam Undang-undang Pemilihan Umum , disebut jumlah kursi di tiap Daerah Pemilihan adalah 3 -12 kursi untuk DPRD dan 3 -10 kursi untuk DPR RI , sementara Parlemen Thresthold hanya berlaku di DPR RI saja, seharusnya berlaku linier untuk menunjukkan keadilan dan kepatutan dari sebuah Regulasi. Jumlah Kursi di Daerah Pemilihan  DPR RI dibuat untuk meminimalkan suara yang akan terbuang, tetapi untuk wilayah yang luas dengan penduduk sedikit, hal ini akan mengakibatkan cost politik yang tinggi akibat mahalnya biaya operasional dan juga untuk caleg terpilih nantinya tidak dapat mengakomodir semua dapilnya, contohnya dapil Sumut 2 yang terdiri dari 19 kabupaten/Kota, artinya seorang anggota DPR RI harus Reses ke 4 Kabupaten setiap tahunnya agar   dapat mengakomodir semua konstituennya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu yang memiliki tugas dalam menata daerah pemilihan dengan memperhatikan pertimbangan dari para pemangku kepentingan sebaiknya memperhatikan substansi utama dari fungsi para legislator yaitu sebagai perwakilan dari konstituen yang memilihnya, karena Undang-undang hanya menyebutkan batasan kursi di setiap Daerah Pemilihan, maka KPU dapat menyederhanakannya untuk efisiensi cost politik di saat Pemilu, dan juga untuk memudahkan  serapan aspirasi  konstituen di saat sudah terpilih. Anggota DPR/DPRD memiliki tugas untuk membuat UU/ Peraturan Daerah bersama-sama dengan Pemerintah, tetapi juga memiliki kewajiban sebagai penyambung aspirasi dari Daerah Pemilihannya, maka Proporsional itu sebaiknya tidak hanya berlaku untuk penentuan kursi, tetapi  harus proporsional juga dari segi Kapasitas dan Kemampuan para Legislator, karena di dalam penyusunan UU, beberapa hal dapat berubah setelah mendapatkan aspirasi dari daerah, Fungsi pengawasan juga dapat optimal di saat DPR meninjau langsung produk pembangunan di saat Reses ke Daerah, begitu juga dengan Politik Anggaran yang dilakukan DPR, daerah yang tidak memiliki “wakil” akan terlupakan atau terabaikan.
Untuk lebih memaksimalkan fungsi DPR/DPRD sebagai wakil rakyat, disamping menyederhanakan daerah Pemilihan, perlu difasilitasi dengan tambahan bantuan SDM/tenaga ahli dalam menjalankan fungsinya sebagai perwakilan rakyat baik di dalam gedung DPRD maupun di saat mendatangi para konstituennya/reses.