Pembagian alat pertanian yang
tidak merata telah menimbulkan kekecewaan bagi beberapa kelompok tani di sebuah
Kecamatan, jumlah yang terbatas membuat Dinas Pertanian setempat tidak dapat
memberikan alat pertanian tersebut kepada seluruh Kelompok yang ada, lobby para
anggota DPRD yang membagikan Alat
tersebut di saat Reses mengakibatkan daerah yang dikunjungi DPRD saja yang
mendapatkan alat pertanian tersebut. Ada satu Daerah Pemilihan yang terdiri dari
5 Kecamatan dengan jumlah kursi sebanyak
12, 1 Kecamatan diantaranya tidak memiliki anggota DPRD, dari 12 caleg
terpilih, semua berasal dari 4 Kecamatan lainnya dan saat Reses , mereka
mengunjungi konstituen mereka berdasarkan domisili mereka, dan bisa juga
berdasarkan raihan suara signifikan. Kecamatan yang tidak punya Angggota
legislatif terpilih tersebut seperti tidak memiliki wakil di DPRD, sistem
proporsional yang memungkinkan jumlah kursi pada satu Daerah Pemilihan di 5
kecamatan bisa sampai 12 kursi membuat caleg terpilih juga kesulitan
mengakomodir seluruh konstituennya. Jika
saja daerah pemilihan tersebut dipecah menjadi 3, maka aspirasi warga makin
terakomodir karena caleg terpilih hanya mewakili 2 kecamatan saja dapat membagi
waktu Reses nya secara optimal selama periode jabatannya.
Contoh kedua pada reses anggota
DPR RI di suatu provinsi yang daerah pemilihannya terdiri dari 19
Kabupaten/Kota dengan alokasi 10 kursi, artinya hanya ada 10 orang anggota DPR
RI yang akan mengadakan reses, bakal ada beberapa Daerah yang tidak dikunjungi.
Di dalam Undang-undang Pemilihan
Umum , disebut jumlah kursi di tiap Daerah Pemilihan adalah 3 -12 kursi untuk
DPRD dan 3 -10 kursi untuk DPR RI , sementara Parlemen Thresthold hanya berlaku di DPR RI saja, seharusnya
berlaku linier untuk menunjukkan keadilan dan kepatutan dari sebuah Regulasi.
Jumlah Kursi di Daerah Pemilihan DPR RI
dibuat untuk meminimalkan suara yang akan terbuang, tetapi untuk wilayah yang
luas dengan penduduk sedikit, hal ini akan mengakibatkan cost politik yang tinggi akibat mahalnya biaya operasional dan juga
untuk caleg terpilih nantinya tidak dapat mengakomodir semua dapilnya,
contohnya dapil Sumut 2 yang terdiri dari 19 kabupaten/Kota, artinya seorang
anggota DPR RI harus Reses ke 4 Kabupaten setiap tahunnya agar dapat mengakomodir semua konstituennya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sebagai penyelenggara Pemilu yang memiliki tugas dalam menata daerah pemilihan
dengan memperhatikan pertimbangan dari para pemangku kepentingan sebaiknya memperhatikan
substansi utama dari fungsi para legislator yaitu sebagai perwakilan dari
konstituen yang memilihnya, karena Undang-undang hanya menyebutkan batasan
kursi di setiap Daerah Pemilihan, maka KPU dapat menyederhanakannya untuk
efisiensi cost politik di saat
Pemilu, dan juga untuk memudahkan
serapan aspirasi konstituen di
saat sudah terpilih. Anggota DPR/DPRD memiliki tugas untuk membuat UU/
Peraturan Daerah bersama-sama dengan Pemerintah, tetapi juga memiliki kewajiban
sebagai penyambung aspirasi dari Daerah Pemilihannya, maka Proporsional itu
sebaiknya tidak hanya berlaku untuk penentuan kursi, tetapi harus proporsional juga dari segi Kapasitas dan
Kemampuan para Legislator, karena di dalam penyusunan UU, beberapa hal dapat
berubah setelah mendapatkan aspirasi dari daerah, Fungsi pengawasan juga dapat
optimal di saat DPR meninjau langsung produk pembangunan di saat Reses ke
Daerah, begitu juga dengan Politik Anggaran yang dilakukan DPR, daerah yang
tidak memiliki “wakil” akan terlupakan atau terabaikan.
Untuk lebih memaksimalkan fungsi
DPR/DPRD sebagai wakil rakyat, disamping menyederhanakan daerah Pemilihan,
perlu difasilitasi dengan tambahan bantuan SDM/tenaga ahli dalam menjalankan
fungsinya sebagai perwakilan rakyat baik di dalam gedung DPRD maupun di saat
mendatangi para konstituennya/reses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar