Putusan
MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang mengharuskan Pemilihan Umum Legislatif dan
Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Tahun 2019 disatukan/digabung menimbulkan
persepsi berlainan, baik di kalangan pembuat regulasi, pelaksana regulasi,
pengawas regulasi serta pengguna regulasi tersebut. Dalam draft RUU Pemilu 2019
yang telah disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR menyebutkan bahwa syarat
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden mempergunakan hasil perolehan suara pada
Pemilu Legislatif 2014 dengan syarat mengajukan calon (Presiden Tresthold)
adalah sebesar 20 % suara sah.
Dengan
menjadikan hasil perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2014 sebagai syarat
pengajuan calon presiden/wakil presiden 2019, beberapa friksi akan muncul dan
jikan hal ini disengketakan kelak, akan mengurangi legitimasi Pilpres karena
sebagian friksi maupun bahan yang disengketakan dapat diterima konstitusi,
diantaranya adalah:
1.
Pemilu Legislatif 2014 akan
menghasilkan 2 Pemerintahan, hal ini tidak sesuai Substansi Demokrasi yang kita anut dimana
Pemilu yang dilakukan sekali untuk satu periode.
2.
Perolehan Suara Partai Politik pada Pemilu 2019 tidak
mengakomodir/mewakili aspirasi keseluruhan masyarakat karena tidak dipergunakan
untuk Pemilihan Presiden/Wakil Presiden.
3.
Partai Politik yang baru berdiri
sesudah Pemilu 2014 dan yang tidak mencapai batas Parlemen Tresthold pada
Pemilu 2014 tidak dapat mencalonkan Presiden/Wakil Presiden.
4.
Jika perolehan suara Partai Politik
yang mencalonkan Presiden/Wakil Presiden
berkurang signifikan atau tidak mencapai parlemen Tresthold pada 2019, akan
sangat mempengaruhi Pemerintahan karena akan memungkinkan Pemerintah tidak
punya partai Pendukung di Parlemen.
5.
Partai Politik yang baru berdiri dan
yang tidak mencapai batas Parlemen Tresthold pada Pemilu sebelumnya akan
kehilangan hak Demokratisnya sebagai lembaga Demokrasi di Negara yang menganut system
Demokrasi Presidensial.
Demokrasi
yang aspiratif tentu harus mengakomodir semua kepentingan dan hak-hak Warga
Negara dan Lembaga-lembaga penguat Demokrasi itu sendiri. Salah satu cara untuk
mengantisipasi 5 topik di atas adalah dengan mengubah syarat pencalonan
Presiden/Wakil Presiden pada RUU Pemilu 2019, bisa saja dengan menghapus
Presiden Thresthold, sebagai gantinya setiap Partai Politik berhak mengajukan
Calon walau hal ini akan sangat tidak berkeadilan jika ditinjau dari status
Partai baru dan Partai lama, tetapi hal ini akan mengakomodir secara
keseluruhan Substansi dari Demokrasi yang kita anut. Dengan memperketat syarat
pendirian suatu Partai Politik termasuk verifikasinya, akan menghasilkan Partai
Politik yang tidak pragmatis dan layak untuk mengajukan Calon Presiden di
Republik ini, hal ini adalah suatu kehormatan besar, sehingga tidak mudah untuk
mendapatkannya, Undang-Undang tentang Partai Politik akan mengatur dan
menentukan parameter untuk itu.
Penghapusan
Presiden Thresthold akan memperkuat legitimasi Pemilu serentak Legistlatif dan
Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia 2019.
Sekian…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar