Minggu, 15 Januari 2017

PARTISIPASI PENYANDANG DISABILITAS PADA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

Penyandang Disabilitas pada saat Pemilihan Umum

Keterbatasan Fisik yang dimiliki para Penyandang Disabilitas acapkali membuat kaum ini terlupakan, sering diingat pada saat saat tertentu saja, Lembaga-lembaga baik lembaga Pemerintah maupun non Pemerintah menyelenggarakan beberapa event dan kegiatan yang bertujuan untuk mengangkat kehidupan para Penyandang Disabilitas.
Pada saat hajatan Demokrasi, mulai dari Pemilihan Kepala Desa, Kepala Daerah, Kepala Negara dan Legislatif, dimana keterpilihan ditentukan oleh jumlah perolehan suara, semua lapisan masyarakat didekati, termasuk para Penyandang Disabilitas.
Sistem One Man One Vote (satu orang satu suara) yang berlaku dalam Demokrasi Indonesia (Kecuali beberapa wilayah di Papua) mengartikan suara seorang Konglomerat sama dengan suara seorang buruh, suara satu orang Gubernur sama dengan suara satu orang Pegawai lepas, begitu juga suara satu orang penyandang disabilitas sama dengan suara satu orang normal.
Tingkat Partisipasi Pemilih sangat ditentukan oleh Jenis Pemilihan yang dilaksanakan, Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Bupati/Wakil Bupati jauh lebih tinggi dibanding dengan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden maupun dengan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur. Persentase penyandang Disabilitas yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Pemilihan DPRD Kabupaten   jauh lebih tinggi dari pada Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur. Hal ini dikarenakan orang yang akan dipilih mempunyai kepentingan besar dan dekat dengan Pemilihnya sehingga para konstituen yang dianggap pendukung akan diusahakan untuk menggunakan hak pilihnya. Para Penyandang Disabilitas ini dijemput dan diantar pulang saat menggunakan hak pilihnya, dan ini dilakukan oleh para Tim Sukses calon ataupun oleh Keluarga si Penyandang Disabilitas. Bukan oleh penyelenggara Pemilu atupun oleh Penyelenggara Negara. Tetapi saat penyelenggaraan Pemilihan yang lebih tinggi seperti contoh Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, pelayanan antar jemput ini tidak lagi didapatkan oleh Penyandang Disabilitas, bisa saja disebabkan ketiadaan tim kampanye yang mengantar-jemput atau keluarga sendiri pun tidak menggunakan hak pilihnya (tidak mendatangi TPS).
Fakta –fakta ini menyimpulkan bahwa Penyandang Disabilitas hanya sebagai Objek dalam perhelatan Pemilihan Umum, mendapatkan layanan saat ada kepentingan untuk mendapatkan ‘suara’ nya saja ataupun karena ada pemberian.

Peran Penyelenggara Negara

Para Penyandang Disabilitas mestinya dapat menggunakan hak pilihnya setiap ada kegiatan Pemilihan, dan harus difasilitasi oleh Negara, bukan hanya berupa layanan untuk mempergunakan hak pilihnya tetapi juga hak untuk mendapatkan sosialisasi dan Pendidikan Politik. Penyelenggara Negara untuk Pemilihan Umum dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Daerah dapat bekerjasama dengan Dinas Sosial di Daerah, dengan Pemantau Pemilu, dengan Organisasi penyandang disabilitas dan Lembaga swadaya Masyarakat yang berkaitan dengan Penyandang Disabilitas untuk melakukan pendataan baik Jumlah Penyandang Disabilitas dan Jenis Disabilitas yang diderita, sehingga dapat dilakukan persiapan awal untuk pengadaan Logistik (surat suara) untuk Tuna Netra dan juga pelayanan prioritas di TPS. Sosialisasi tentang Pemilihan dilakukan untuk memastikan para Penyandang Disabilitas mempergunakan hak pilihnya karena kesadaran sendiri dan tahu tentang calon/Partai Politik yang akan dipilih.



Penyelenggaraan Pemilihan Umum bisa menjadi ajang bagi Para Penyandang Disabilitas untuk mengaktualisasikan diri mereka di bidang politik, mereka bisa diberi kesempatan untuk masuk Partai Politik, sebagai narasumber sosialisasi dan juga sebagai Calon yang akan dipilih baik calon legislatif maupun calon Kepala Daerah sepanjang memenuhi syarat, sehingga hak memilih dan hak dipilih sebagai hak dasar mereka sebagai warga Negara diwujudkan melalui partisipasinya dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar