Selasa, 21 Februari 2017

PARTISIPASI BERDEMOKRASI SEJAK DINI



Demokrasi berarti Pemerintahan oleh rakyat, kedaulatan ada di tangan rakyat, tetapi kebanyakan warga Negara memposisikan diri bukan sebagai tuan di Negara sendiri, ketakutan terhadap aparat dan apatisme terhadap penguasa adalah salah satu contoh ketidaksadaran akan posisi warga Negara yang merdeka dan terhormat, apatisme terhadap pembangunan dan penyelenggaraan Negara mengakibatkan tidak ada kontrol yang baik dari ‘tuan” sebagai pemilik Negara dan juga menjadi kesempatan bagi penyelenggara Negara untuk melakukan penyimpangan, terkadang kritik yang dilakukan warga yang aktif sering di salah artikan membuat kepedulian terhadap Negara berkurang.
Untuk sadar sebagai tuan atas Negara sendiri tentu harus didasari oleh kesadaran, pengetahuan tentang fungsi sebagai Warga Negara dan hal ini akan lebih optimal jika ditanamkan sejak usia muda, syarat untuk ikut sebagai Pemilih adalah berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah, sedangkan syarat untuk dipilih adalah usia 21 tahun untuk Legislatif, 25 Tahun untuk Bupati/Walikota/wakilnya, 30 Tahun untuk Gubernur/wakilnya dan 35 tahun untuk Presiden/wakilnya, artinya untuk terlibat secara aktif dalam proses Demokrasi telah dimulai sejak usia 17 tahun atau kelas 2 SMK/SMA secara umum. Keterlibatan secara aktif dalam berdemokrasi juga akan membawa kepada keterlibatan dalam proses bernegara termasuk mengetahui dan memenuhi/melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara.

Sangat sedikit dari Pemilih Pemula yang melek terhadap demokrasi, hal ini mengakibatkanrendahnya kepedulian dan pengetahuan terhadap pembangunan dan penyelenggaraan Negara di tingkat pusat dan daerah, hal ini disebabkan karena faktor internal yaitu usia yang masih belia, kondisi yang masih dalam bangku sekolah, dari eksternal bisa disebabkan profesi orangtua yang tidak aktif dalam berdemokrasi, bahan ajar di luar sekolah berupa media cetak, elektronik yang didominasi hiburan serta lingkungan tempat tinggal.
Pemuda yang tinggal di lingkungan yang aktif dalam proses penyelenggaraan Negara atau keluarga yang aktif berpolitik memiliki ketertarikan yang lebih tinggi terhadap demokrasi, tidak heran banyak politisi yang memiliki anak yang juga seorang politisi walaupun di beberapa tempat menjadikannya sebagai Politik Dinasti. Bagaimana caranya agar generasi muda tertarik dan melek terhadap demokrasi adalah dengan memberikan dorongan agar mereka tertarik berpolitik dan dengan sendirinya akan mencari tahu sendiri tentang politik dan demokrasi tanpa harus disuruh.

Pelaksanaan sosialisasi tentang demokrasi ke sekolah-sekolah adalah salah satu upaya mendorong Pemilih Pemula untuk tertarik berpolitik dan berdemokrasi, dengan melakukan praktek langsung seperti Pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS yang mengadopsi sistem Pemilu dengan system yang lebih kreatif akan menambah ketertarikan akan politik dan demokrasi. Peran guru untuk memberi tugas yang ter up date dengan penyelenggaraan Negara terkini akan membuat rasa ingin tahu siswa tinggi, juga yang berkaitan langsung dengan hak-hak mereka sebagai generasi muda akan menjadi dorongan dari dalam diri sendiri untuk lebih bergiat dan mencari tahu tentang kehidupan berbangsa, berdemokrasi dan berpolitik.
Follow up dan kegiatan berlanjut setelah pengenalan demokrasi dan politik adalah ikut aktif dan terlibat langsung, mengikuti Pemilu dan Pilkada hanya saat tertentu saja, sekolah dan Pemerintah Desa/kelurahan sebagai lingkungan riil dapat  mendorong para pemuda untuk aktif di organisasi-organisasi yang legal dan positif, Organisasi-organisasi yang ada berdasarkan bakat dan hobi akan membentuk dan mengasah karakter pemuda dan juga menghindarkan dari tindakan-tindakan yang negatif.

Ketertarikan pada demokrasi dan politik akan melahirkan kepedulian terhadap Negara dan sekeliling, sikap kritis terhadap Pemerintah adalah salah satu contoh kepedulian, aksi demonstrasi/unjuk rasa juga contoh dari kepedulian, asalkan jangan ditunggangi oleh Politisi “senior”, protes-protes yang dilakukan baik di media sosial, di lingkungan tempat tinggal atau sekolah sepanjang disampaikan dengan sopan dan beradab dan tidak mengganggu ketertiban umum adalah salah satu gambaran dari keberhasilan mendidik, karena nantinya saat mereka semakin dewasa, mereka akan semakin matang dan menjadi asset berharga bangsa.

Pada akhirnya akan tercipta generasi muda yang intelek bukan hanya dalam Iptek, tetapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sikap kritis yang positif karena dilakukan atas dasar kepedulian terhadap Pemerintah, jika Persentase Generasi muda yang melek politik dan demokrasi sangat tinggi, maka ha-hal mendasar yang merusak demokrasi seperti Politik uang, politik SARA, Golput akan hilang dengan sendirinya dan Pemerintahan yang dihasilkan pun tidak lagi ‘bermodal’ besar sehingga tidak punya utang yang kadang memaksa diri untuk ber KKN.

Generasi muda yang mengetahui hak-hak nya sebagai warga, terhindar atau dapat melawan serangan  paham-paham radikal yang umumnya bertumbuh pada masyrakat yang tingkat kebodohannya tinggi, Organisasi Kepemudaan yang selama ini dipandang negatif di masyarakat akan berubah wujud menjadi organisasi yang bermanfaat karena diisi oleh mereka yang berwawasan luas, Ormas radikal akan kehilangan kader karena generasi muda telah didominasi mereka yang berwawasan dan bermartabat tinggi,

Tujuan utama bangsa ini yaitu Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa akan tercapai dimulai dari generasi muda, di saat Indonesia mengalami Bonus Demografi atau pun tidak sedang dalam Bonus Demografi, akan tetap kuat karena Generasi yang dilahirkan telah siap.

Demikianlah Multiplier effect yang tercipta jika Peningkatan  Partisipasi untuk  berdemokrasi dan berpolitik  dimulai sejak usia dini dan akan optimal jika dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif. 

Jumat, 17 Februari 2017

Mempertahankan Harga Cabe tetap tinggi tanpa mengintervensi Pasar.

Mempertahankan Harga Cabe tetap tinggi  tanpa mengintervensi Pasar.

Tahun 2016 menjadi tahun penuh berkah bagi Petani Cabe di Humbahas dan Indonesia secara umum, harga yang melambung tinggi dan berlangsung cukup lama yang baru pertama kali terjadi . Kebijakan Pemerintah yang tidak melakukan Impor patut diacungi jempol, berbagai analisa ekonom yang kadang setengah ngawur dimentahkan, harga cabe tidak selamanya mengakibatkan tingginya inflasi, pun aksi demonstrasi sekelompok mahasiswa yang rada “goblok”yang protes akibat kenaikan harga cabe tidak membuat Presiden bergeming akan keputusannya untuk tetap menutup keran impor cabe mentah.

Darwin Banjarnahor, 23 tahun, anak muda desa parsingguran II Kecamatan Pollung, tinggal di rumah panggung kayu ukuran sekitar 4x5 meter bersama ibu dan adiknya, karena ketidakmampuan ekonomi keluarga tidak mampu melanjutkan sekolah ke Perguruan tinggi, bekerja sebagai mekanik di bengkel sepeda motor dan juga menanam cabe. Keberuntungan menghampirinya karena harga tinggi menghampiri di saat panen raya datang, Penjualan cabe dipergunakan untuk menyekolahkan adik perempuannya ke Perguruan Tinggi dan sekarang (Pebruari 2017) sedang membangun rumah tinggalnya dengan bangunan permanen.

Pak Silaban Di Desa siborboron kecamatan Sijamapolang, Petani cabe bisa hidup makmur yang ditandai dengan Rumah dan asset yang mumpuni serta kenderaan merk Pajero, Pak Simamora di Desa Bonan Dolok II Sijamapolang, petani cabe juga meraup hasil besar dengan membeli kenderaan Merk Fortuner, Pak Simamora di Desa Sosorgonting Doloksanggul juga menikmati hasil penjualan cabe yang panen saat harga tinggi, masih banyak lagi contoh Petani yang sangat menikmati hasil dari Panen yang berlangsung saat harga tinggi,.

Pebruari 2017, harga cabe terjun ke harga 12 ribu per kg di tingkat petani, suatu keadaan tidak menguntungkan bagi para petani, hal ini mengingatkan bahwa di samping banyak petani yang menikmati harga cabe yang tinggi, jumlah petani yang mengalami kerugian akibat harga yang rendah juga lumayan banyak, serta mereka yang hanya balik modal. Harga cabe begitu susah diprediksi, pedagang yang sudah puluhan tahun menggeluti komoditi ini pun tak mampu memprediksi harga.

Nikson Nababan, Bupati Tapanuli Utara melakukan operasi pasar berupa Pasar Lelang di Siborongborong untuk mengontrol harga cabe, suatu itikad baik karena tujuannya untuk membantu petani, tetapi tidak berdaya ketika harga cabe jatuh, ada juga Pemerintah Daerah lain yang berusaha membuat Cold Storage atau pun badan usaha daerah untuk mengontrol harga cabe, tetapi tetap tak berdaya ketika panen raya datang. Kesimpulannya adalah Dilarang mengintervensi Pasar, system ekonomi kita yang liberal dan Negara yang luas membuat produksi, distribusi dan konsumsi cabe susah diprediksi. Panen raya di Jawa Barat belum tentu menurunkan harga karena di Sumatera belum tentu panen, dan kebutuhan tiap Daerah pun berbeda-beda.

Program Tol Laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebenarnya cukup membantu  dalam menjaga harga cabe tetap tinggi, Kerjasama antar Pemerintah Kabupaten/Kota juga sangat diperlukan asalkan disertai dengan itikad dan niat tulus dan menganggap tugas ini sebagai pelayanan, sebenarnya wilayah Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang banyak adalah suatu pangsa pasar yang menjanjikan bagi komoditi cabe, kendala utama adalah di distribusi dan informasi. Sifat cabe yang tidak tahan lama mengharuskan distribusi yang cepat dan tepat waktu, agar kualitas tetap terjaga.

Dinas Pasar, Perusahaan Derah Pertanian (jika ada) dan Dinas Kominfo di setiap Kabupaten/Kota bisa menjalin kerjasama untuk berbagi informasi tentang cabe,( juga dapat dikembangkan dengan komoditas lainnya), Kabupaten Produsen berkepentingan agar produksi cabe warganya bisa dijual di atas modal produksinya, sedangkan Kabupaten pembeli berkepentingan agar warganya dapat membeli cabe yang lebih murah sehingga daya beli tetap terjaga. Di sinilah titik temu, sekitar 500 Kabupaten/Kota akan saling tukar informasi harga dan kebutuhan, ditambah dengan Proyek besar Pemerintah RI yang menggalakkan Infrastruktur Tol Laut dan Darat serta penambahan bandara udara, maka distribusi cabe berlangsung tepat waktu, dwell time di perjalanan bisa dikurangi. 
Sebagai contoh; Pemerintah kabupaten Biak Numfor menginformasikan kepada Pemerintah Kabupaten Humbang hasundutan perihal harga dan kebutuhan cabe, Pengusaha lokal Humbang Hasundutan dan Pengusaha Cabe di Biak Numfor yang mendapat informasi akan saling bekerjasama, Jika harga cabe di Biak saat ini 35 ribu, maka pengiriman lewat Kargo masih menguntungkan (7 ribu silangit-Jakarta, 10 ribu Jakarta-Biak), harga di Doloksanggul 12 ribu ditambah ongkos kirim 17 ribu sama dengan 29 ribu per kilogram, Pengusaha Biak masih bisa untung. Disamping cabe, sistem ini bisa dikembangkan untuk komoditi lainnya, dan melalui sistem ini, pengusaha diajari berbisnis lebih besar dengan mempergunakan moda transportasi yang ada, memiliki relasi yang lebih banyak, juga membuka peluang untuk usaha lain. Hal ini juga akan memupuk ikatan sesama warga Negara, dan juga mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui cabe, sabang-merauke akan dihubungkan dengan erat, tercipta rasa persaudaraan, tujuan utama untuk mempertahankan harga cabe tetapi jika disertai dengan itikad baik, maka akan diperoleh Outcome dan benefit-benefit tambahan yang tak ternilai.

Horas…..   
Doloksanggul, 17 Pebruari 2017


Minggu, 05 Februari 2017

MENEMUKAN SISTEM PEMILIHAN IDEAL PADA PEMILU DPR DAN DPRD 2019

MENEMUKAN SISTEM PEMILIHAN IDEAL PADA PEMILU DPR DAN DPRD  2019
Empat penyelenggaraan Pemilu telah dilaksanakan di Negara ini sejak dimulainya era Reformasi pada tahun 1998, regulasi terus menerus diperbaharui untuk mendekati kesempurnaan Demokrasi yang sesuia dengan tuntutan zaman dan tuntutan aspirasi. Sistem Pemilu untuk DPR dan DPRD berubah seiring dengan pembaharuan Undang-undang yang mendasari maupun akibat dari Judicial Review yang dilakukan.

Pemilu DPR dan DPRD tahun 1999 diikuti 48 partai Politik, pemilih hanya mencoblos tanda gambar partai, Partai Politik kemudian menentukan anggota DPR dan DPRD yang akan dilantik, sistem yang digunakan adalah sistem tertutup.

Pemilu DPR dan DPRD tahun 2004 diikuti 24 Partai Politik, Pemilih tidak hanya disuguhi tanda gambar Parpol, tetapi juga disertai nama-nama calon Legislatif berdasarkan Daerah Pemilihannya, system yang digunakan adalah berdasarkan nomor urut pada daftar calon tetap jika tidak ada yang memenuhi kuota (Bilangan Pemilih Pembagi), pada Pemilu ini , calon yang terpilih hampir semuanya diisi oleh para Calon Nomor Urut 1.

Pemilu DPR dan DPRD 2009 diikuti oleh 38 Partai Politik ditambah 6 Partai Lokal di Aceh (NAD), setelah selesai pengusulan Daftar Calon Tetap di KPU, Mahkamah Konstitusi mengabulkan Permohonan Judicial Review yang mengubah system Nomor urut  menjadi Suara Terbanyak, artinya calon yang dinyatakan menang adalah mereka yang memiliki suara terbanyak di internal Partainya jika tidak ada yang memenuhi Kuota (Bilangan Pemilih Pembagi), banyak Calon terlanjur ‘memperjuangkan” nomor urut 1 dengan daya yang lumayan besar, dimentahkan begitu saja oleh keputusan MK, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah salah satu contoh lolosnya nomor urut paling buncit di Partainya, begitu juga dengan banyak Caleg di DPR RI dan DPRD.

Pemilu DPR dan DPRD 2014 diikuti oleh 12 Partai Politik ditambah 4 Partai Lokal di Aceh. Keharusan menempatkan 30 % kuota perempuan disertai dengan penempatan pada Nomor urut adalah hal baru dalam Pemilu ini, Nomor urut tetap diincar para Caleg karena hasil survey menyebut, pemilih lebih tertarik untuk memilih Caleg di Nomor urut 1 s.d 3 walaupun pada akhirnya Calon terpilih banyak di bawah Nomor urut 3. Sistem proporsional terbuka ini berdampak kurang baik bagi para calon, sesama caleg dalam satu partai saling “sikut” karena persaingan bukan lagi antar Partai Politik tetapi sesama Caleg dalam satu partai, istilah kerennya “jeruk makan jeruk”. Banyak Pemilih tak lagi rasional karena Ideologi politik diperhadapkan dengan Calon yang datang karena hubungan Keluarga, persahabatan, relasi organisasi, juga  Faktor Agama dan Suku juga “dijual” untuk mendapatkan suara dan yang paling menentukan tetapi amat sulit untuk ditentukan adalah “money politic”, biaya politik menjadi sangat tinggi akibat sistem yang sangat terbuka ini, Pihak kekuasaan di Daerah paling terasa pengaruhnya dalam meraih pemilih, di Sumatera Utara lebih dari 90 % Partai Pemenang di DPRD adalah Partai yang diketuai atau di dalamnya Kepala Daerah adalah Kader.

Pemilu DPR DPRD 2019 akan dimulai tahapannya di tahun 2017 ini , RUU yang sedang dibahas di DPR RI akan jadi dasar pelaksanannya, apakah sistem yang paling ideal akan ditemukan, beberapa substansi pokok adalah memperkuat Partai Politik tetapi tetap mengakomodir aspirasi rakyat, mengurangi Cost Politik yang tinggi tetapi tetap memberi peluang Calon untuk memperkenalkan diri, menaambah Daerah Pemilihan bisa jadi solusi untuk mengurangi biaya politik.
Pemilih dan Warga yang berniat jadi Calon Legislatif menunggu RUU ini disahkan, kiranya Pemilu 2019 lebih baik dari Pemilu sebelumnya, belajar dari kekurangan-kekurangan.


Doloksanggul, 5 Pebruari 2017