Jumat, 17 Februari 2017

Mempertahankan Harga Cabe tetap tinggi tanpa mengintervensi Pasar.

Mempertahankan Harga Cabe tetap tinggi  tanpa mengintervensi Pasar.

Tahun 2016 menjadi tahun penuh berkah bagi Petani Cabe di Humbahas dan Indonesia secara umum, harga yang melambung tinggi dan berlangsung cukup lama yang baru pertama kali terjadi . Kebijakan Pemerintah yang tidak melakukan Impor patut diacungi jempol, berbagai analisa ekonom yang kadang setengah ngawur dimentahkan, harga cabe tidak selamanya mengakibatkan tingginya inflasi, pun aksi demonstrasi sekelompok mahasiswa yang rada “goblok”yang protes akibat kenaikan harga cabe tidak membuat Presiden bergeming akan keputusannya untuk tetap menutup keran impor cabe mentah.

Darwin Banjarnahor, 23 tahun, anak muda desa parsingguran II Kecamatan Pollung, tinggal di rumah panggung kayu ukuran sekitar 4x5 meter bersama ibu dan adiknya, karena ketidakmampuan ekonomi keluarga tidak mampu melanjutkan sekolah ke Perguruan tinggi, bekerja sebagai mekanik di bengkel sepeda motor dan juga menanam cabe. Keberuntungan menghampirinya karena harga tinggi menghampiri di saat panen raya datang, Penjualan cabe dipergunakan untuk menyekolahkan adik perempuannya ke Perguruan Tinggi dan sekarang (Pebruari 2017) sedang membangun rumah tinggalnya dengan bangunan permanen.

Pak Silaban Di Desa siborboron kecamatan Sijamapolang, Petani cabe bisa hidup makmur yang ditandai dengan Rumah dan asset yang mumpuni serta kenderaan merk Pajero, Pak Simamora di Desa Bonan Dolok II Sijamapolang, petani cabe juga meraup hasil besar dengan membeli kenderaan Merk Fortuner, Pak Simamora di Desa Sosorgonting Doloksanggul juga menikmati hasil penjualan cabe yang panen saat harga tinggi, masih banyak lagi contoh Petani yang sangat menikmati hasil dari Panen yang berlangsung saat harga tinggi,.

Pebruari 2017, harga cabe terjun ke harga 12 ribu per kg di tingkat petani, suatu keadaan tidak menguntungkan bagi para petani, hal ini mengingatkan bahwa di samping banyak petani yang menikmati harga cabe yang tinggi, jumlah petani yang mengalami kerugian akibat harga yang rendah juga lumayan banyak, serta mereka yang hanya balik modal. Harga cabe begitu susah diprediksi, pedagang yang sudah puluhan tahun menggeluti komoditi ini pun tak mampu memprediksi harga.

Nikson Nababan, Bupati Tapanuli Utara melakukan operasi pasar berupa Pasar Lelang di Siborongborong untuk mengontrol harga cabe, suatu itikad baik karena tujuannya untuk membantu petani, tetapi tidak berdaya ketika harga cabe jatuh, ada juga Pemerintah Daerah lain yang berusaha membuat Cold Storage atau pun badan usaha daerah untuk mengontrol harga cabe, tetapi tetap tak berdaya ketika panen raya datang. Kesimpulannya adalah Dilarang mengintervensi Pasar, system ekonomi kita yang liberal dan Negara yang luas membuat produksi, distribusi dan konsumsi cabe susah diprediksi. Panen raya di Jawa Barat belum tentu menurunkan harga karena di Sumatera belum tentu panen, dan kebutuhan tiap Daerah pun berbeda-beda.

Program Tol Laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebenarnya cukup membantu  dalam menjaga harga cabe tetap tinggi, Kerjasama antar Pemerintah Kabupaten/Kota juga sangat diperlukan asalkan disertai dengan itikad dan niat tulus dan menganggap tugas ini sebagai pelayanan, sebenarnya wilayah Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang banyak adalah suatu pangsa pasar yang menjanjikan bagi komoditi cabe, kendala utama adalah di distribusi dan informasi. Sifat cabe yang tidak tahan lama mengharuskan distribusi yang cepat dan tepat waktu, agar kualitas tetap terjaga.

Dinas Pasar, Perusahaan Derah Pertanian (jika ada) dan Dinas Kominfo di setiap Kabupaten/Kota bisa menjalin kerjasama untuk berbagi informasi tentang cabe,( juga dapat dikembangkan dengan komoditas lainnya), Kabupaten Produsen berkepentingan agar produksi cabe warganya bisa dijual di atas modal produksinya, sedangkan Kabupaten pembeli berkepentingan agar warganya dapat membeli cabe yang lebih murah sehingga daya beli tetap terjaga. Di sinilah titik temu, sekitar 500 Kabupaten/Kota akan saling tukar informasi harga dan kebutuhan, ditambah dengan Proyek besar Pemerintah RI yang menggalakkan Infrastruktur Tol Laut dan Darat serta penambahan bandara udara, maka distribusi cabe berlangsung tepat waktu, dwell time di perjalanan bisa dikurangi. 
Sebagai contoh; Pemerintah kabupaten Biak Numfor menginformasikan kepada Pemerintah Kabupaten Humbang hasundutan perihal harga dan kebutuhan cabe, Pengusaha lokal Humbang Hasundutan dan Pengusaha Cabe di Biak Numfor yang mendapat informasi akan saling bekerjasama, Jika harga cabe di Biak saat ini 35 ribu, maka pengiriman lewat Kargo masih menguntungkan (7 ribu silangit-Jakarta, 10 ribu Jakarta-Biak), harga di Doloksanggul 12 ribu ditambah ongkos kirim 17 ribu sama dengan 29 ribu per kilogram, Pengusaha Biak masih bisa untung. Disamping cabe, sistem ini bisa dikembangkan untuk komoditi lainnya, dan melalui sistem ini, pengusaha diajari berbisnis lebih besar dengan mempergunakan moda transportasi yang ada, memiliki relasi yang lebih banyak, juga membuka peluang untuk usaha lain. Hal ini juga akan memupuk ikatan sesama warga Negara, dan juga mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui cabe, sabang-merauke akan dihubungkan dengan erat, tercipta rasa persaudaraan, tujuan utama untuk mempertahankan harga cabe tetapi jika disertai dengan itikad baik, maka akan diperoleh Outcome dan benefit-benefit tambahan yang tak ternilai.

Horas…..   
Doloksanggul, 17 Pebruari 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar