Mempertahankan Harga Cabe
tetap tinggi tanpa mengintervensi Pasar.
Tahun 2016 menjadi tahun penuh
berkah bagi Petani Cabe di Humbahas dan Indonesia secara umum, harga yang
melambung tinggi dan berlangsung cukup lama yang baru pertama kali terjadi .
Kebijakan Pemerintah yang tidak melakukan Impor patut diacungi jempol, berbagai
analisa ekonom yang kadang setengah ngawur dimentahkan, harga cabe tidak
selamanya mengakibatkan tingginya inflasi, pun aksi demonstrasi sekelompok
mahasiswa yang rada “goblok”yang protes akibat kenaikan harga cabe tidak
membuat Presiden bergeming akan keputusannya untuk tetap menutup keran impor
cabe mentah.
Darwin Banjarnahor, 23 tahun,
anak muda desa parsingguran II Kecamatan Pollung, tinggal di rumah panggung kayu
ukuran sekitar 4x5 meter bersama ibu dan adiknya, karena ketidakmampuan ekonomi
keluarga tidak mampu melanjutkan sekolah ke Perguruan tinggi, bekerja sebagai
mekanik di bengkel sepeda motor dan juga menanam cabe. Keberuntungan
menghampirinya karena harga tinggi menghampiri di saat panen raya datang, Penjualan
cabe dipergunakan untuk menyekolahkan adik perempuannya ke Perguruan Tinggi dan
sekarang (Pebruari 2017) sedang membangun rumah tinggalnya dengan bangunan
permanen.
Pak Silaban Di Desa siborboron
kecamatan Sijamapolang, Petani cabe bisa hidup makmur yang ditandai dengan
Rumah dan asset yang mumpuni serta kenderaan merk Pajero, Pak Simamora di Desa
Bonan Dolok II Sijamapolang, petani cabe juga meraup hasil besar dengan membeli
kenderaan Merk Fortuner, Pak Simamora di Desa Sosorgonting Doloksanggul juga
menikmati hasil penjualan cabe yang panen saat harga tinggi, masih banyak lagi
contoh Petani yang sangat menikmati hasil dari Panen yang berlangsung saat
harga tinggi,.
Pebruari 2017, harga cabe terjun
ke harga 12 ribu per kg di tingkat petani, suatu keadaan tidak menguntungkan
bagi para petani, hal ini mengingatkan bahwa di samping banyak petani yang
menikmati harga cabe yang tinggi, jumlah petani yang mengalami kerugian akibat
harga yang rendah juga lumayan banyak, serta mereka yang hanya balik modal. Harga
cabe begitu susah diprediksi, pedagang yang sudah puluhan tahun menggeluti
komoditi ini pun tak mampu memprediksi harga.
Nikson Nababan, Bupati Tapanuli
Utara melakukan operasi pasar berupa Pasar Lelang di Siborongborong untuk
mengontrol harga cabe, suatu itikad baik karena tujuannya untuk membantu
petani, tetapi tidak berdaya ketika harga cabe jatuh, ada juga Pemerintah
Daerah lain yang berusaha membuat Cold Storage atau pun badan usaha daerah
untuk mengontrol harga cabe, tetapi tetap tak berdaya ketika panen raya datang.
Kesimpulannya adalah Dilarang mengintervensi Pasar, system ekonomi kita yang
liberal dan Negara yang luas membuat produksi, distribusi dan konsumsi cabe
susah diprediksi. Panen raya di Jawa Barat belum tentu menurunkan harga karena
di Sumatera belum tentu panen, dan kebutuhan tiap Daerah pun berbeda-beda.
Program Tol Laut yang dicanangkan
oleh Presiden Joko Widodo sebenarnya cukup membantu dalam menjaga harga cabe tetap tinggi,
Kerjasama antar Pemerintah Kabupaten/Kota juga sangat diperlukan asalkan
disertai dengan itikad dan niat tulus dan menganggap tugas ini sebagai
pelayanan, sebenarnya wilayah Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang
banyak adalah suatu pangsa pasar yang menjanjikan bagi komoditi cabe, kendala
utama adalah di distribusi dan informasi. Sifat cabe yang tidak tahan lama
mengharuskan distribusi yang cepat dan tepat waktu, agar kualitas tetap terjaga.
Dinas Pasar, Perusahaan Derah Pertanian
(jika ada) dan Dinas Kominfo di setiap Kabupaten/Kota bisa menjalin kerjasama
untuk berbagi informasi tentang cabe,( juga dapat dikembangkan dengan komoditas
lainnya), Kabupaten Produsen berkepentingan agar produksi cabe warganya bisa
dijual di atas modal produksinya, sedangkan Kabupaten pembeli berkepentingan
agar warganya dapat membeli cabe yang lebih murah sehingga daya beli tetap
terjaga. Di sinilah titik temu, sekitar 500 Kabupaten/Kota akan saling tukar
informasi harga dan kebutuhan, ditambah dengan Proyek besar Pemerintah RI yang
menggalakkan Infrastruktur Tol Laut dan Darat serta penambahan bandara udara,
maka distribusi cabe berlangsung tepat waktu, dwell time di perjalanan bisa dikurangi.
Sebagai contoh; Pemerintah
kabupaten Biak Numfor menginformasikan kepada Pemerintah Kabupaten Humbang
hasundutan perihal harga dan kebutuhan cabe, Pengusaha lokal Humbang Hasundutan
dan Pengusaha Cabe di Biak Numfor yang mendapat informasi akan saling
bekerjasama, Jika harga cabe di Biak saat ini 35 ribu, maka pengiriman lewat
Kargo masih menguntungkan (7 ribu silangit-Jakarta, 10 ribu Jakarta-Biak),
harga di Doloksanggul 12 ribu ditambah ongkos kirim 17 ribu sama dengan 29 ribu
per kilogram, Pengusaha Biak masih bisa untung. Disamping cabe, sistem ini bisa dikembangkan untuk komoditi lainnya, dan melalui sistem ini, pengusaha diajari
berbisnis lebih besar dengan mempergunakan moda transportasi yang ada, memiliki
relasi yang lebih banyak, juga membuka peluang untuk usaha lain. Hal ini juga
akan memupuk ikatan sesama warga Negara, dan juga mencerdaskan kehidupan
bangsa. Melalui cabe, sabang-merauke akan dihubungkan dengan erat, tercipta
rasa persaudaraan, tujuan utama untuk mempertahankan harga cabe tetapi jika
disertai dengan itikad baik, maka akan diperoleh Outcome dan benefit-benefit tambahan yang tak ternilai.
Horas…..
Doloksanggul, 17 Pebruari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar